Mengapa Surat Al-Ikhlas Sebanding Dengan Sepertiga Al-Qur’an? Ini Penjelasan Detailnya

Al-Ikhlas merupakan surat yang mengandung mengenai ke Esaan Allah, tidak hanya itu tak sedikit lagi yang dijelaskan di dalam surat al-ikhlas. Al-Ikhlas pun tak jarang kami jadikan surat yang dibaca ketika shalat sunnah ataupun ibadah yang lainnya.



Mengenai surat Al-Ikhlas Rasulullah SAW sempat bertanya suatu teka-teki terhadap sahabat2nya: “Siapakah antara kalian yang bisa mengkhatamkan al-qur an dalam jangka masa pendek (dua-tiga minit)?” Tiada seorang dari sahabatnya yang menjawab. Malah Sayyidina ‘Umar bin Khattab r.a. (Radliyallahu ‘anhu) sudah mengatakan bahwa mustahil untuk mengkhatamkan Al-Qur an begitu cepat. Kemudian Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib. Membawa tangannya, menyebutkan kesanggupan. Sayyidina ‘Umar mengatakan terhadap Sayyidina ‘Ali bahwa Sayyidina ‘Ali (yang tetap muda pada waktu itu) mungkin tak tahu apa yang dikatakannya itu.

kemudian Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib membaca “surah al-ikhlas” tiga kali. Rasulullah SAW menjawab dengan mengatakan bahwa Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib benar. Kemudian menerangkan bahwa membaca Surah Al-Ikhlas sekali, ganjarannya sama dengan membaca 10 juz kitab Al-Quran alias semacamga Al-Qur an…. apabila membaca “surah al-ikhlas” setidak sedikit tiga kali khatamlah al-quran, sebab dengan membaca setidak sedikit tiga kali, sama semacam dengan membaca seluruh 30 juz Al-Quran.

Dalam sabda Nabi SAW, “Qulhuwallahuahadun ta’dilu tsulusal qur’aan”, yang artinya surat Qulhuwallahu Ahad seimbang dengan semacamga Al-Quran, (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nas’I, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Pertanyaannya, apakah dengan pahala yang disabdakan Rasul mengenai bandingan wacana dalam surat al-ikhlas bakal mendapat ganjaran sama semacamga Al-Qur’an, lantas apakah tak butuh membaca Qur’an lagi ?

Sesungguhnya karunia Allah sangat luas. Dirinya sudah memberi tak sedikit karunia terhadap ummat ini. Dirinya mengganti pendeknya usia dengan tambahan pahala atas amalan yang sedikit. Yang mengherankan, faktor itu menjadikan sebagian manusia bukan malah lebih bersemangat untuk meningkatkan kebaikan namun terus membikinnya malas untuk beribadah, alias malah merasa heran dan mengingkari adanya karunia dan pahala yang besar ini.

Butuh diketahui, bahwa sebandingnya surat Al-Ikhlas dengan semacamga Al-Qur’an, mengandung tiga hal: ma’rifat terhadap Allah, akhirat dan terhadap sirathal mustaqim, ketiga ma’rifat tersebut termasuk sebagai sentral prioritas, sedangkan yang lainnya pendukung.

Sudah hadir hadits shahih dari Nabi saw yang menunjukkan bahwa surat al-Ikhlash “Qulhuwallah” setara dengan semacamga alQur’an.

Diantaranya merupakan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (6643) dari Abu Sa’id ra, bahwa ada seseorang mendengar orang lain membaca “Qulhuwallah” dirinya mengulang-ulanginya, maka di pagi harinya dirinya mendatangi Rasulullah saw lalu menceritakannya, seakan-akan orang ini menganggapnya sedikit. Maka Rasul saw bersabda: “Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, sesungguhnya ia menyamai semacamga al-Qur’an.”

Imam Muslim meriwayatkan (811) dari Abu Darda’ dari Nabi saw beliau bersabda: “Apakah salah seorang kalian tak sanggup membaca semacamga al-Qur’an dalam satu malam? Mereka bertanya: “Bagaimanakah ia membaca semacamga al-Qur’an? Beliau bersabda: [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ] menyamai semacamga al-Qur’an.”

Imam Muslim juga meriwayatkan (812) dari Abu Hurairah ra, dirinya mengatakan Rasulullah saw bersabda: “Berkumpullah, aku bakal membacakan pada kalian semacamga al-Qur’an.”Maka berkumpullah orang-orang yang berkumpul, kemudian Nabi saw keluar lalu membaca [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ], kemudian beliau masuk.

Maka sebagian kami mengatakan terhadap sebagian yang lain: “Saya mengira ini merupakan wahyu datang dari langit. Maka itulah yang membikin beliau masuk rumah, kemudian Nabi Allah saw keluar lagi, lalu bersabda: “Saya tadi mengatakan terhadap kalian bahwa saya bakal membacakan pada kalian semacamga al-Qur’an, ingatlah sesungguhnya ia menyamai semacamga al-Qur’an.”

Sesungguhnya ada dua faktor yang tak sama yaitu jaza’ dan ijza’. Dan yang membikin kami bimbang merupakan sebab tak membedakan antara keduanya.
Jaza’ merupakan balasan alias pahala yang diberbagi oleh Allah atas suatu ketaatan.
Sedangkan ijza’ merupakan apabila sesuatu itu sudah menutupi alias mencukupi sesuatu yang lain.

Maka membaca [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ] mempunyai jaza’ (balasan) wacana semacamga al-Qur’an. Bukan maksudnya ia sudah mencukupi wacana semacamga al-Qur’an.
Maka barangsiapa umpama bernadzar untuk membaca semacamga al-Qur’an, tak lumayan baginya bila hanya membaca [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ] 
sebab ia menyamai semacamga al-Qur’an dalam jaza’ bukan dalam ijza’.

Permasalahan yang sama dalam syariat ini merupakan apa yang Allah berbagi terhadap orang shalat sekali di Masjidil Harom, yaitu ia diberi pahala seratus ribu shalat, apa ada orang yang memahami bahwa maksudnya kami tak butuh lagi shalat berpuluh-puluh tahun sebab sudah lumayan dengan shalat sekali di Masjidil Harom yang manyamai seratus ribu shalat itu?! Tidak. Ini hanya sama dalam jaza’ bukan dalam ijza’.

Begitulah, tak seorang ulama pun yang mengatakan bahwa kami sudah lumayan membaca [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ] dan tak butuh lagi membaca semacamga dari al-Qur’an. Yang demikian itu sebab pendapat yang benar dari para pakar ilmu merupakan surat ini mempunyai keutamaan sangat hebat, sebab al-Qur’an itu diturunkan atas tiga tahap kandungan; semacamganya hukum, semacamganya janji dan ancaman dan semacamganya lagi merupakan sesak napas dan sifat.

Beliau terus mengatakan:” Pengetahuan-pengetahuan yang dihasilkan oleh wacana surat-surat al-Qur’an yang lain tak bisa dicapai hanya dengan membaca surat ini, maka orang yang membaca al-Qur’an dengan cara keseluruhan lebih mutlak daripada yang hanya membacanya tiga kali. Dari segi ini, sebab keaneka ragaman pahala.

Meskipun pembaca Qulhuwallah tiga kali memperoleh pahala seukuran pahala tersebut, namun ia cuma satu jenis, tak mengandung macam-macam tipe yang diperlukan oleh hamba. Semacam orang yang mempunyai tiga ribu dinar dan orang yang lain mempunyai makanan, pakaian, rumah dan uang yang keseluruhannya sekualitas tiga ribu dinar maka orang yang kedua ini mempunyai seluruh barang-barang yang ia buruhkan. Sedangkan orang pertama tetap memerlukan apa-apa yang ada pada orang yang kedua ini. Meskipun kualitas kakayaannya sama dengan kekayaannya. Begitu pula kalau orang orang mempunyai makanan paling mewah sekualitas tiga ribu dinar, ia juga tetap memerlukan pakaian dan tempat tinggal dan barang-barang yang bisa melindungi darinya semacam senjata, obat dan lain sebagainya, dari hal-hal yang tak bisa dipenuhi oleh sekedar makanan.” (al-Majmu’ Fatawa: 17/..)

Sumber: islampos.com

Postingan populer dari blog ini

Baru Seminggu Suaminya Meninggal. Ibu Ini Berhubbungan Dengan Anaknya Sendiri Atas Dasar Sama­ Sama Suka.

Ternyata Cium Janda 1 Menit Dapat Perpanjang Umur 1 Tahun, ini Faktanya

Video Siswi SMA Melahirkan di Kelas saat Jam Pelajaran Buat Geger Netizen